Title: When The Devil Fall in Love
Author: ChoiGoYuri
Cast: Oh Sehun, Choi Ren
Supporting Cast: Choi Zelo, Lee Sungjong
Length: 1Shoot
WARNING: OOC, BOYS LOVE, SHOUNEN AI, DLDR!
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Ketika sang iblis jatuh cinta…
Cinta
bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan sebuah lubang…yang gelap dan
dalam, tempat yang akan sulit bagi kita untuk keluar, jika terjatuh
kedalamnya.
Cinta
bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan alunan music…yang merdu dan
indah, sesuatu yang menenangkan dan mendamaikan hati, jika kita
mendengarnya.
Ketika sang iblis jatuh cinta…
Semua insan berhak merasakan manis dan pahitnya cinta.
Semua…tanpa kecuali.
Bahkan makhluk terkutuk sekalipun.
Ketika sang iblis jatuh cinta…
Iblis tak kan membiarkan dirinya jatuh kedalam lubang…
Iblis tentu tak menyukai sesuatu yang indah dan menangkan hati seperti music.
Bagi sang iblis…cinta adalah tantangan yang harus ditaklukkan.
Mengapa?
Karena iblis…tidaklah lemah seperti manusia.
…
……
………
Hari ini Ren kembali bersedih. Padahal langit begitu cerah dan angin pun
berhembus dengan pelan mengundang rasa kantuk, namun namja Cantik ini
terpaksa menyendiri diatas atap gedung apartemen tempat tinggalnya.
Bukan untuk kali pertama, tapi untuk kesekian kalinya. Tempat ini memang
selalu rutin ia datangi, dikala tengah dirundung sedih dan rasa
tertekan.
“Zelo bodoh.”
Ren menghapus kasar buliran air matanya yang nyaris saja terjatuh dari
pelupuk mata, bibirnya tak kuasa untuk tidak melengkung kebawah
membentuk sebuah pelangi terbalik.
Ia bosan
menangis…menangis karena hal yang sama. Karena Zelo, Zelo dan Zelo. Kekasihnya, yang lagi-lagi dengan seenaknya membatalkan janji
makan malam secara sepihak. Namja itu menghubunginya satu menit tepat
sebelum Ren bermaksud pergi, hanya lewat pesan singkat yang teramat
singkat Ren bahkan tak butuh satu detik untuk selesai membacanya dan
meski pun ia mencoba menelpon serta berkali-kali mengirim pesan balasan,Zelo tak juga mengangkat telpon atau membalas pesan singkatnya.
“Tega sekali kau.”
Ren
menggenggam keras ponsel touch ditangan kanannya. Ingin sekali ia
meremasnya hingga hancur atau melemparnya kebawah sana…namun ia tak
mungkin melakukan semua itu, karena tanpa ponsel ini bagaimana jika
nanti Zelo menghubunginya?
Bodoh…
Bahkan
setelah apa yang terjadi selama ini…disaat tengah bersedih pun Ren
masih saja mengharapkan Zelo dan berpura-pura lupa akan siapa yang
membuatnya bersedih seperti ini.
Mengapa sebagai manusia…diri ini lemah sekali.
“Kau pasti sedang menangisi kekasihmu kan?”
Baru saja Ren hendak kembali mengeluarkan umpatannya tentang Zelo, sebuah suara asing menghalangi keinginannya.
Dengan
perasaan kaget bercampur panic, Ren menoleh kesegala arah…bermaksud
menemukan siapa gerangan pemilik suara asing tersebut. Namun nihil, tak
ada siapa pun kecuali dirinya diatas atap ini.
Siapa?
Siapa gerangan pemilik suara yang seakan mengetahui segalanya itu?
“Aku diatas sini!”
Dengn
refleks cepat Ren menengadah…dan menemukan sosok seorang pemuda tengah
duduk diatas tangki air seraya mengayunkan satu kakinya, sementara
kakinya yang lain ia tekuk guna menumpu tangannya.
Ren membisu.
Sosok itu…sungguh seolah tidak nyata. Bagaimana mungkin ada paras setampan itu? Bagaimana mungkin ada senyum semenawan itu?
Keindahan yang sungguh tak mungkin dimiliki oleh seorang manusia.
“Aku punya satu cara untuk melampiaskan kekesalanmu.”
Lelaki itu
melompat turun dengan baik. Gerakannya begitu ringan dan terlihat mudah
ia melakukannya…padahal tiang tempat tangki air itu berada cukup tinggi.
Namun ia seolah mendapat bantuan dari angin hingga dapat meringankan
tubuhnya dan mendarat dengan mulus.
Ren hanya
diam memerhatikan sosok berpakaian hitam itu saat ia mendekatinya.
Berdiri disampingnya turut memerhatikan lautan temaram lampu kota penuh
warna dibawah sana.
“Cobalah berteriak sekuatmu seperti ini.”
Pemuda
tampan itu menempatkan kedua tangannya untuk menangkup mulutnya…ia
menarik nafas sejenak sebelum akhirnya berteriak lantang memaksa Ren
menutup kedua telinganya.
“Yah! Apa kau gila!!”
Ia hanya
tersenyum saat Ren memprotes tindakannya yang baru saja ia hentikan
itu. Senyum yang sungguh menawan…membuat Ren segera bungkam dan
kesulitan menenangkan detak jantungnya.
“Cobalah.”
“Bodoh! Kau pikir ini film atau drama? Aku tidak mungkin melakukannya…itu…itu sangat memalukan.”
“Tidak ada orang lain disini…apa alasanmu merasa malu?”
“Te-tetap saja…”
Ren merasa
malu dan menunduk…ia tak tahu pasti mengapa merasa malu. Apakah karena
ia merasa semua ini terlalu berlebihan…atau karena sosok disampingnya
ini terlalu menawan hingga membuat kedua pipinya terasa panas?
“Aku memahami perasaannmu. Kau tak perlu merasa malu.”
Ungkapnya
pelan dan halus…suaranya begitu menghipnotis dan memanjakan telinga,
mengundang namja Cantik ini untuk memberanikan diri menatapnya lekat.
Lensa matanya hitam, hitam pekat seperti langit malam saat ini, kulit
wajahnya putih…sedikit pucat namun bersih dan halus, bibirnya merah
semerah darah dan terlihat lembab juga surai lembut berwarna Pirang dikepalanya.
Ia tampan…juga indah.
“Hei, jangan
melamun saja!” Ren tersentak kaget saat lelaki tampan itu mengibaskan
satu tangan tepat didepan wajahnya, menariknya kembali dari dunia
angan-angan “Kau sungguh tak mau mencobanya? Kupastikan kau akan
menyesal nantinya.”
Senyum
memikat itu masih setia menghiasi parasnya yang rupawan, laki-laki itu
terlihat bersinar dan murni. Ren mengangguk pelan dengan hati meragu,
mungkin tak ada salahnya mencoba…meski cara ini cukup klise dan
melankolis.
Dan ia pun
berteriak…membiarkan suaranya menghantam angin malam memecah udara. Tak
hanya sekali namun berkali-kali, mengungkapkan betapa kesal juga
sengsara hatinya saat ini.
Dan sosok disampingnya hanya tersenyum.
“Bagaimana? Saranku cukup membantu bukan?”
Ren
mengangguk pasti, kali ini dengan senyum yang entah sejak kapan mampu ia
lukiskan…meski nafasnya sedikit terengah. Ia menatap kerlip lampu kota
dibawah sana, penuh warna dan terlihat lebih indah kali ini. Perasaannya
sekarang sungguh aneh, tak mampu ia lukiskan dengan kata…ringan seolah
memiliki sayap, hatinya mengawang tinggi keluar angkasa.
Semua berkat sosok lelaki asing itu.
“Hm…aku sedikit lega sekarang. Terima kasih atas sarannya.”
“Tak perlu sungkan.”
Sosok itu menepuk pelan bahu mungil Ren lalu beralih menatap hamparan kota yang tetap bersinar ditengah gelapnya malam.
Namun tidak
dengan Ren sendiri…ia kembali memasuki dunia angan yang tercipta
setelah matanya tak lepas dari menatap lekat sosok tampan itu.
Angin malam
berhembus lembut menghempaskan rambut pirangnya, kedipan matanya yang
perlahan mengikuti irama angin…sungguh potret dalam gelapnya dunia yang
memesona melebihi apapun.
Ouh! Tidak tidak!
Sadarlah Ren!
Zelo Telah hadir dalam hidupmu…jangan biarkan jalan dihatimu bercabang!
“Ada apa?”
Ia bertanya
saat Ren sibuk memukul-mukul pelan kedua pipinya…memaksa diri
membangun benteng tak kasat mata guna menghindari pesona sosok rupawan
disampingnya ini. Ren menggeleng pelan setelahnya seraya tersenyum
kikuk, ia menyesali perbuatannya yang menjadikannya terlihat tolol.
Dengan gugup ia melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan
kirinya. Berlagak kaget meski menyadari kalau malam belum terlalu larut.
Namun ia tak mungkin berada bersama sosok ini lebih lama…atau jalan dihatinya benar-benar akan bercabang.
“A-aku…aku harus pulang, sudah malam. Sampai jumpa lagi. Terima kasih!”
Sosok itu
tak mengatakan apapun selain hanya tersenyum. Memandang punggung sempit Ren yang menjauh menuju pintu atap dan menghilang disana.
Kini ia hanya tinggal seorang diri…dalam gelapnya malam yang tak menakutkan baginya.
Detik membawa senyum diwajahnya berubah menjadi seringai, sorot mata lembutnya sirna tergantikan tatapan lekat yang mencekam.
“Manusia berpendirian kuat, ya…sungguh tantangan yang menarik.”
Sepasang
sayap muncul dibalik punggung kokohnya…sayap
dengan membran yang terlihat tipis namun sebenarnya kuat. Berwarna Hitam .
Juga terlihat sepasang tanduk berwarna merah yang muncul dari kedua sisi
kepalanya…disusul ekor panjang berwarna sama dengan ujung menyerupai
sebuah anak panah.
Sosok sesungguhnya sang iblis.
“Aku akan menaklukanmu, sayang…”
Dalam satu
detik saja sayap tersebut melebar memperlihatkan betapa besar dan lebar
bentuknya…lalu mengepak pelan menghasilkan arus angin yang sedikit kacau
dan bergemuruh disekitarnya.
Seringai kembali menghiasi paras tampannya…
Sebelum
akhirnya sang iblis tampan itu menjatuhkan diri dari atas gedung…bersatu
dengan angin yang telah lama menjadi sekutu setia nya.
……………
“Kukira kau hanya mendatangi tempat ini saat sedang bersedih saja.”
Ren segera
berpaling dari menatap kota dibawah sana dan menoleh guna menanggapi
suara yang baru saja menyapanya. Raut terkejut menyelimuti wajahnya,
namun senyum segera hadir mengubah semuanya…sosok yang membuatnya
terpesona, kini kembali hadir didekatnya dan membuatnya merasakan lagi
hal yang sama.
“Oh! Kau yang kemarin rupanya!”
“Dilihat dari wajahmu sekarang…sepertinya kau tidak sedang bersedih.”
Sosok itu
berkata seraya mendekatkan diri pada Ren, dengan senyum yang entah
mengapa jauh lebih menawan dari sebelumnya. Lelaki berparas manis itu
hanya tersenyum menunjukan dirinya yang tengah dilanda kebahagiaan saat
ini.
“Aku juga bingung, entah mengapa aku ingin sekali datang kesini.”
“Mungkinkah kau berharap akan bertemu lagi denganku?”
“Ap-apa?!”
rona merah dengan cepat menyebar menambah warna baru pada paras Cantik Ren, mengapa semua yang ada pada lelaki asing nan tampan ini
membuatnya tersipu? “Jangan bicara sembarangan! Aku mana mungkin
begitu!”
Ren duduk
dilantai atap bersandar pada pagar, disusul oleh lelaki asing itu yang
juga melakukan hal serupa, jadilah mereka kini duduk berdampingan. Ia
lalu mengeluarkan sebuah coklat batangan dari saku jaket birunya dan
membaginya menjadi dua, kemudian menyerahkan salah satunya pada lelaki
tampan disampingnya.
“Ouh…terima kasih.”
Ren hanya
tersenyum simpul lalu mengangguk pelan…ia pun menggigit coklat miliknya
setelah melihat namja disampingnya itu menggigit coklatnya lebih dulu.
“Oh ya,
sejak kemarin kita belum saling berkenalan kan?” ia membuka suara
setelah coklat dimulutnya lumer dan mengalir mulus melewati
tenggorokannya “Namaku Ren…kau?”
“Sehun.”
Lelaki berparas manis itu terdiam.
Sehun…
Sungguh nama yang cocok untuk sosok menawan seperti dirinya Pikir Ren.
Ren tersenyum, sedikit lebih cerah dari biasanya…entah mengapa hanya dengan
mengetahui nama lelaki tampan itu saja, hatinya menjadi girang tak
tertahankan seperti ini. Ia kemudian meraih dan menjabat tangan Sehun.
Tangan yang terasa dingin saat Ren sentuh.
“Baik…salam kenal Sehun.”
Dan
manusia pun tak menyadari…bahwa dirinya telah terperosok dalam perangkap
sang iblis yang dipenuhi oleh keindahan semu. Ia terlalu terbuai,
dengan manisnya racun yang ditawarkan oleh sang iblis.
“Kau belum menceritakan alasanmu merasa senang, Ren.”
Ren
berhenti mengulum coklat dimulutnya. Pipinya kembali merona, ia
tersipu…kali ini bukan karena Sehun. Melainkan karena apa yang tengah ia
pikirkan saat ini.
“K-kau mau tahu?”
“Jika kau tak keberatan.”
Ia terkekeh
pelan seraya menggigit bibir bawahnya pelan. Sehun memandangnya dalam
diam, bukan menanti jawaban Ren, namun memikirkan apa sekiranya yang
membuat lelaki berparas Cantik itu tersipu malu dan gugup seperti
sekarang. Sebenarnya…tanpa Ren mengatakan apa pun juga, Sehun telah
tahu pasti apa jawabannya.
“Zelo…”
Senyum memudar sempurna dari wajah Sehun. Ia tidak suka nama itu…bukan, ia tak suka jika Ren menyebut nama itu.
“Siang tadi
ia datang ke kampusku dan mengajakku makan siang bersama, Zelo berkata
kalau kemarin mendadak ia harus menghadiri acara keluarga…jadi mau tak
mau terpaksa membatalkan janji makan malamnya denganku. Aaah~ aku
menyesal telah berburuk sangka padanya…”
Sehun
terdiam…ia tak dapat mengira seberapa besar dan kuat perasaan Ren pada Zelo . Manusia adalah makhluk yang paling sulit ditebak dan iblis
membenci perhitungan dalam bentuk apapun.
Bagaimana
cara Ren tersenyum dan tersipu saat membicarakan Zelo, bagaimana
raut wajah Ren saat memikirkan Zelo…dan semuanya. Sehun tidak suka,
manusia bernama Ren ini terlalu menyilaukan baginya…namun hal itu
jugalah yang membuatnya menarik dimata iblis tampan tersebut. Para iblis
menyukai tantangan…dan manusia adalah tantangan yang berharga untuk
ditaklukkan.
“Ah…aku lupa memberitahumu…Zelo itu kekasihku.”
Sehun hanya
mengangguk pelan dengan senyum yang telah hadir menghiasi paras
tampannya…senyum yang tercipta dalam tipu dan muslihat.
Namun bagi Ren…senyum itu jauh lebih indah dari pelangi yang membentang melintasi langit.
“Sehun…”
“Ya?”
“Mulai sekarang kita berteman, kan?”
Sehun
kembali tak mengucap sepatah kata pun melainkan hanya mengangkat kedua
alisnya menatap Ren dengan sedikit ketertegunan yang tersirat
diwajahnya. Sementara Ren menatapnya dengan cara yang sama persis
seperti anak berusia lima tahun…polos dan murni dengan mata berbinar
indah.
Indah…
Yah, bagi Sehun…Ren adalah manusia terindah.
Membuat iblis tampan tersebut, begitu ingin menaklukkannya.
“Ren…mengapa kau ingin berteman denganku?”
Lelaki
berpakaian hitam itu bertanya dengan pelan. Pakaian warna hitam yang
membuat sosoknya semakin terasa penuh misteri dan teka-teki.
Benar juga, Ren tak tahu siapa Sehun sebenarnya. Dari mana asalnya, dimana tempat
tinggalnya dan apakah Sehun masih sekolah atau sudah kuliah seperti
dirinya. Bagaimana mungkin ia dengan mudahnya mengajak seorang asing
untuk berteman? Mengapa sosok Sehun begitu memikat dirinya?
“Karena…karena aku merasa kalau Sehun bisa menjadi teman yang baik untukku. Kau tidak akan menolak kan…Sehun?”
Karena sang iblis memandang cinta dengan cara yang berbeda dengan manusia.
Karena sang iblis tidaklah lemah…seperti manusia.
Sehun tersenyum dan mengangguk pelan.
“Ya, Ren…kita berteman.”
……………
Kota Seoul
ramai seperti biasa pada hari ini. Penduduk dengan berbagai profesi
bercampur menjadi satu memenuhi jalan-jalan umum. Ada yang berjalan
kaki, menggunakan sepeda atau bahkan menaiki mobil pribadi. Lampu lalu
lintas terus berganti warna dan bunyi klakson tak pernah berhenti
menambah polusi suara.
Namun tak
satu pun dari mereka menyadari akan hadirnya sosok seorang pemuda
tampan…dengan sayap, tanduk dan ekor merah yang membuatnya berbeda dari
yang lain. Tak ada yang merasa janggal, bukan karena para individu itu
sibuk dengan diri mereka masing-masing…melainkan karena tak ada satu pun
dari mereka yang dapat melihat sosok sang iblis tampan yang saat ini
tengah berdiri tepat disamping tiang lampu lalu lintas.
Dengan gerak
perlahan kepalanya menengadah hingga sorot mata es nya dapat memandang
sebuah gedung pencakar langit yang berdiri kokoh dihadapannya, tepat
diseberang jalan.
Sebuah hotel…The Bigeast International Hotel.
“Aku heran
mengapa manusia menyukai tempat bersih, mewah dan bagus…toh jikalau
mereka mati nanti, akan tetap dikubur dalam tanah yang kotor dan busuk.”
Dan kemudian sosoknya menghilang tanpa jejak seolah ditelan oleh angin.
.
.
.
“Wow! Pemandangan yang sungguh menarik!!”
Sehun
berseru senang dengan bebas meski ia tak sendirian di ruang kamar
tempatnya berada saat ini. Ia duduk bersila diatas lemari, memandang
dengan leluasa sepasang namja yang tengah memadu kasih diatas ranjang
empuk dan nyaman.
“Sungjong~,
sampai kapan kita akan terus menyembunyikan ini dari Ren. Biarkan aku
memberitahunya. Kita tak bisa terus seperti ini…aku lelah pura-pura
mencintainya.”
“Tidak. Aku mohon jangan Zelo…dia sahabatku, aku tak bisa melihatnya menderita. Bertahanlah demi diriku…aku mohon.”
Zelo menarik tubuh mungil Sungjong kedalam dekapannya. Mengecup puncak
kepalanya berkali-kali seraya menghirup aroma shampoo apel yang menguar
dari sana. Aroma penuh candu yang membuat Zelo tak dapat melupakan
sosok Sungjong sedetik pun. Meski telah hadir Luhan disampingnya.
“Aku mencintamu, Sungjong.”
“Aku juga mencintaimu, Zelo.”
Dan mereka
pun kembali bersatu. Berbagi kasih dan sayang lewat sentuhan demi
sentuhan yang membuat keduanya sejenak melupakan surga dan neraka.
Sementara diatas sana…sang iblis tertawa dengan puasnya.
“Hei kalian
para manusia. Bisakah kalian beritahu aku apa perbedaan antara kaum kami
dan kaum kalian? Kita sama-sama picik dan licik, kan? Pandai berkhianat
dan mencari alasan…tapi aku rasa, kami tidaklah sebodoh dan selemah
kalian.”
Demikianlah sang iblis berkata dengan angkuh. Sebelum akhirnya kembali menghilang…pergi entah kemana.
……………
Seorang
petugas kebersihan berseragam biru berjalan pelan melewati sebuah pintu
bernomor 9096, seraya menenteng tongkat pel dan sebuah ember berisi air
kotor dikedua tangannya.
Tanpa menyadari sedikit pun adanya sosok bersayap yang berdiri tegap didepan pintu nomor 9096 tersebut.
Sehun sang iblis.
“Manusia
tolol…tapi terima kasih, aku jadi tidak perlu bersusah payah menyalakan
api…hanya perlu sedikit kupercikan minyak saja…dan apinya akan semakin
membesar.”
Ia meletakan sebuah amplop putih yang cukup tebal diatas keset, menandakan bahwa isinya lumayan banyak atau besar.
“Iyaaaaa! Tunggu sebentar!!”
Seruan itu
terdengar dari balik pintu beberapa detik setelah iblis tampan itu
menekan bel, ia tersenyum puas lalu kembali melenyapkan diri tanpa
jejak.
Pintu pun terbuka menampilkan sosok sang pemilik apartemen nomor 9096.
“Hm? Aneh…kenapa tidak ada orang?”
Ren
mengerenyit bingung seraya mengusap tengkuknya yang sama sekali tidak
gatal, perasaannya berubah sedikit waspada. Sempat ia menoleh ke ujung
lorong…namun tak ada seorang pun yang lewat kecuali sepasang suami istri
penghuni apartemen no 9095 disebelahnya, lelaki berparas Cantik itu
hanya tersenyum simpul dan menunduk sopan saat pandangan mereka bertemu,
sebelum akhirnya sepasang suami istri tersebut menghilang dibalik pintu
tempat tinggal mereka.
“Yasudahlah…mungkin hanya orang iseng.”
Ia
menggendikan kedua bahunya sebelum berbalik bermaksud kembali memasuki
apartemen, namun langkahnya terhenti saat dirasanya ia menginjak sesuatu
diatas keset.
“Apa ini?”
Ren
membungkuk agar tangannya lebih mudah mengambil benda yang menghentikan
langkahnya itu. Sebuah amplop putih yang cukup tebal. Terdorong rasa
penasaran, Ren membuka segel merah yang merekatkan amplop itu dan
mengeluarkan isinya.
Kedua mata mungilnya terbelalak sempurna saat mendapati apa sesungguhnya isi amplop tersebut.
“M-musta…hil…”
Luka hadir dalam hati yang tersakiti…mata yang menangis membuatnya menjelma menjadi benih kebencian dan dendam.
Benci yang membuat sang iblis tersenyum.
Dendam yang membuat sang iblis tertawa.
.
.
.
Diatap
gedung apartemen, Ren kini tengah menangis, menangis tersedu-sedu
dalam pelukan Sehun. Wajah mungilnya melekat sempurna didada Sehun yang
hangat baginya…ia terus tersedu seraya membalas pelukan lelaki tampan
tersebut.
“Menangislah Ren…menangislah…”
Lelaki
berparas Cantik itu terus melantunkan irama kesedihan dari mulut
mungilnya, irama kesedihan menyayat hati yang terdengar indah bagi
Sehun. Inilah music yang sesungguhnya…
Bagi sang iblis tangisan adalah music terindah…
Dan air mata merupakan penjelmaan dari rasa sedih yang sungguh menawan dipandang mata.
Sehun
tersenyum tanpa Ren ketahui, senyumnya berpadu dengan sorot mata yang
menyiratkan kepuasan mendalam. Hanya langit malam lah yang ia kenankan
untuk menjadi saksi…akan dusta dan kebohongan yang ia persembahkan untuk Ren.
Ren…
Manusia yang telah merebut hati sang iblis.
“Dia telah mengkhianatimu Ren, dia pun telah menyia-nyiakan cintamu yang tulus…”
Isak tangis Ren semakin keras, nafasnya mulai terdengar putus-putus…dan indera
pendengaran Sehun seolah semakin dimanjakan oleh hal itu. Ia tersenyum
lagi, senyum sang iblis yang merupakan kutukan bagi manusia.
Sang iblis tampan itu pun berbisik ditelinga Ren…memperdengarkan suaranya yang lebih mencekam daripada desisan ular berbisa.
“Orang
seperti itu tidak pantas untuk dimaafkan, kau harus menghukumnya Ren…hukum dia, kau harus membalas kesedihan ini…buatlah dia merasakan
kesedihan melebihi dari yang kau rasakan.”
……………
Sehun
berdiri diatas meja ruang tengah, ia bersendekap…kedua lensa mata
pekatnya bergerak menatap dua orang yang tengah bersitegang dibawahnya
secara bergantian.
Ren dan Zelo.
Nafas Ren
terlihat berat dan memburu, bukan karena lelah…melainkan karena tengah
menahan amarah berhadapan dengan lelaki yang saat ini masih berstatus
sebagai kekasihnya…entah sampai kapan status ini akan berlanjut, namun Ren apalagi Zelo benar-benar menyadari bahwa tak ada lagi alasan
untuk mempertahankan status mereka sebagai kekasih.
“Apa-apaan ini?”
Zelo berucap dengan dingin, sekilas benci terlihat dimatanya yang kini tengah
terpaku pada Ren…ia lalu beralih menatap kebawah dimana banyak sekali
foto-foto dirinya dan Sungjong berserakan memenuhi lantai. Ia tak
terlalu ingin tahu darimana Ren mendapatkan semua itu, Zelo hanya
merasa kaget ketika ia tiba dan Ren langsung melempar sebuah amplop
putih tepat mengenai wajahnya, hal tersebut tentu tak ayal membuat
isinya yang merupakan bukti pengkhianatannya berhamburan kelantai.
“Kau memintaku datang kesini hanya karena ini?”
Sekali lagi
ia berucap dengan dingin, kini matanya tertuju pada layar televisi
dibelakang Ren yang tengah menampilkan adegan dirinya dan Sungjong
tengah memadu kasih disebuah kamar hotel yang beberapa hari lalu menjadi
tempat kencan mereka.
“Darimana kau mendapatkan semua ini?”
“Seseorang
meletakkannya di depan pintuku beberapa waktu lalu, aku pun tak tahu
siapa yang melakukannya…tapi aku berterima kasih, kini semuanya telah
berakhir Choi Zelo.”
Zelo tersenyum simpul dan menyelipkan kedua tangannya pada saku celana katun
army panjang yang dikenakannya. Kali ini ia terlihat sedikit lebih
santai dan lega.
“Kalau
begitu aku juga berterima kasih pada orang itu, aku jadi tak perlu
mengatakan apapun padamu. Kini kau tahu aku tidak pernah mencintaimu…dan
semua telah berakhir seperti katamu, Ren. Selamat tinggal.”
Hanya demikian ia berkata sebelum berbalik, berjalan meninggalkan Ren yang mematung tak percaya.
Seperti itu? Hanya seperti itu saja dan Zelo meninggalkannya? Benarkah tak ada sedikit pun cinta untukknya dihati Zelo?
“Tidak! Zelo tunggu dulu!”
Sehun
menatap tajam Ren yang berlari mengejar Zelo dan menarik tangan
lelaki yang ia lihat Lebih tinggi dari Ren itu. Ia lalu
melayang dan mendaratkan kakinya diatas susunan laci agar lebih dekat
dengan mereka.
Air mata kini telah hadir diwajah Ren, menambah jelas kesedihan yang saat ini tengah dirasanya…
“Aku mencintaimu, Zelo. Aku akan melupakan semuanya jika kau kembali padaku. Sungguh aku mencintaimu!”
Sehun
tersenyum saat Zelo menghempaskan tangan Ren begitu saja membuat
lelaki berparas cantik itu tekejut bukan main. Ini kali pertama Zelo
bersikap kasar padanya.
“Maaf Ren. Orang yang kucintai hanyalah Sungjong, sahabatmu…bahkan sebelum kita saling mengenal.”
Tubuh Ren
melemas, cengkramannya pada tangan Zelo terlepas begitu saja…kedua
kaki nya pun seolah tak kuat menahan berat tubuhnya hingga ia tak
sanggup lagi berdiri dan jatuh terduduk dilantai.
Didengarnya langkah kaki Zelo yang menjauh.
Benarkah
ternyata selama ini? Rumor akan hubungan dekat Zelo dan Sungjong yang
beredar di kampusnya…benarkah semua itu? Selama ini ia berusaha
mengabaikan semua itu, menutup mata juga telinga berusaha memperkuat
kepercayaannya pada dua orang yang paling berharga dalam hidupnya itu. Zelo kekasihnya dan Sungjong sahabat baiknya…
Tangisnya kembali pecah…
Ternyata manusia memang mudah berkhianat.
Ternyata mempercayai orang lain terlalu jauh adalah salah.
Sehun
tertawa tanpa mampu Ren mendengarnya…iblis tampan itu melompat turun
dan merendahkan tubuhnya tepat disamping Ren. Ia mendekatkan wajahnya
ditelinga Ren dan kembali berdesis.
“Hukum dia…balas rasa sakit hatimu…”
Dengan satu ayunan pelan tangannya, iblis tampan tersebut memunculkan sebilah belati tak jauh dari tempat Ren terduduk.
“Buat dia merasa sakit bagaimana pun caranya, jangan lemah Ren…jangan lemah…”
Ren
berhenti terisak, ia menghapus kasar air mata yang menodai
wajahnya…perlahan lelaki manis itu menggerakan kepala, mengarahkan
pandangannya pada sebuah benda berkilau yang tergeletak tak jauh dari
tempatnya. Ren sadari itu adalah sebuah belati…ia menatap tajam benda
itu. Dan entah mendapat dorongan dari mana…Ren pun berdiri dan dengan
cepat mengambil benda tersebut.
Ia berjalan dengan langkah cepat…tanpa menyadari sosok sang iblis yang tengah tersenyum puas dibelakangnya.
Bunga kebencian tumbuh mekar menyerap segarnya air mata.
Harumnya semerbak melumpuhkan semua…tubuh bahkan hati.
Hati yang tersakiti…tidak lah mudah untuk memaafkan.
“Aku tidak akan membiarkanmu, CHOI ZELO!!”
Dengan satu
gerakan cepat Ren menghunuskan belati ditangannya tepat dan tertanam
dibahu kanan Zelo yang baru saja berdiri setelah memakai sepatunya.
“A~aaaakkhh…”
Zelo tak
memiliki waktu untuk menghindar, rasa sakit telah menguasai sekujur
tubuhnya…ia menyentuh luka di bahunya dan terbelalak saat mendapati
lelehan darah segar ditelapak tangannya. Ia pun beralih menatap Ren
penuh amarah.
“APA YANG KAU LAKUKAN, HAH?!!”
Bentak Zelo dengan tubuh yang mulai limbung…Ren menancapkan belati dan
mencabutnya kembali dalam waktu dekat membuat rasa sakit yang dirasanya
menjadi berlipat-lipat. Rasa sakit itu pula lah yang membuat amarahnya
meningkat.
Namun Ren terlihat berbeda. Tak sedikit pun ia nampak gentar. Belati berlumuran darah masih ia genggam erat ditangan kanannya.
“Sakit?
Sakit kah? RASA SAKIT KU BAHKAN TAK DAPAT DIBANDINGKAN DENGAN YANG KAU
RASAKAN SEKARANG, PENGKHIANAT! KAU HARUS MERASAKAN YANG LEBIH DARI INI!
KAU PANTAS MERASAKANNYA! KAU PANTAS MENDAPAT BALASAN! KAU PANTAS
MENERIMANYA!! KAU PANTAS MATI!!”
Ren
kembali menerjang Zelo dan menancapkan belati itu kali ini di perut
mantan kekasihnya tersebut, kemudian dengan cepat ia mencabutnya
kembali.
“ARGH!”
Tanpa sadar Ren tersenyum mendengar erangan Zelo…sedikit terpuaskan rasanya,
kini orang yang menyakitinya tengah merasa sakit. Sama seperti dirinya.
Ren untuk
ketiga kalinya menghunuskan belati itu ditubuh Zelo, merobek kulit
perutnya membuka jalan bagi darah segar untuk keluar. Hingga lelaki itu
mulai tumbang dan kehilangan kesadaran…Ren tak menghentikan
tindakannya.
“Seharusnya
kau tak memberiku harapan palsu! Seharusnya kau dan Sungjong tak
menipuku! Seharusnya kau jangan menuruti permintaan Sungjong untuk
menerima cintaku! Seharusnya kalian tidak pernah hadir dalam hidupku!
Seharusnya kalian mati sejak dulu! Matilah kau! Mati! Mati! Mati!”
Sepercik darah segar menodai wajah manis Ren…dan ia pun terus menghunuskan belatinya ditubuh yang kini tak lagi bernyawa.
.
.
.
Angin malam
berhembus dengan cukup kencang, bunyi udara yang menderu bergemuruh
ditelinga siapa pun yang berada diluar rumah saat ini.
Satu persatu
tetesan darah terjatuh menodai lantai atap, membentuk sebuah pola jejak
sesuai kemana Ren melangkah. Lelaki berparas manis itu menjatuhkan
belati berlumuran darah segar itu begitu saja dari tangannya, tanpa
menghentikan langkahnya yang tertatih. Mendekati pagar atap dan
memandang lautan bangunan yang membentuk kota Seoul dibawah sana.
Nafasnya tak
menentu dan terasa berat, berkali-kali ia menelan liur secara paksa
namun tak jua dapat memuaskan kerongkongannya yang terasa tercekat.
Ia baru saja membunuh orang.
Ren
menatap kedua tangannya yang juga berlumuran darah…buru-buru ia
memeperkan tangannya itu pada pakaiannya berusaha membuatnya hilang,
setelah itu ia pun juga berusaha menghapus bercak darah yang menodai
wajahnya. Semua itu ia lakukan dengan panic dan ketakutan. Namun
sia-sia…noda merah itu tak jua menghilang, seolah menjadi tanda bahwa
dirinya telah menjadi seorang pembunuh.
“Percuma saja…darah yang mengering tak kan mudah dihapuskan.”
Suara
mencekam itu membuatnya menoleh, kedua matanya melebar sempurna saat
mendapati sosok seorang pemuda rupawan tengah berjalan pelan
mendekatinya.
“Sehun!”
Tak kuasa menahan tekanan dihatinya, Ren berlari memeluk Sehun dan segera terisak dalam dekapan lelaki tampan tersebut.
“Sehun, aku
telah membunuh Zelo. Aku telah membunuhnya…bagaimana sekarang? Apa
yang harus kulakukan? Aku takut, Sehun. Aku takut sekali!”
Merasakan
ketakutan yang terpancar jelas dari diri Ren, senyum mengembang
diparas tampan Sehun bagai bunga bermekaran dimusim semi. Sekali pun ia
tak kan membiarkan Ren melihat kepalsuannya, Sehun selalu tersenyum
diam-diam…dikala lelaki berparas manis dalam dekapannya itu tengah
bersedih atau tertekan.
“Aku tahuRe n, aku tahu dan tak kan mengatakan apapun…cukup kita saja yang
mengetahuinya. Anggaplah tak pernah terjadi apapun…yang terpenting kini
rasa sakitmu telah terbalaskan bukan?”
Sehun
berbisik ditelinga Ren…dengan pelan dan lembut, namun dingin bagaikan
suara desisan ular. Ia kemudian menarik dagu mungil Ren dan
mempertemukan tatapan mereka. Senyum masih ia pertahankan, senyum yang
menjadi penenang sempurna bagi kegundahan hati Ren juga kerapuhan
dirinya.
“Se…hun…”
katanya dengan lirih dan pelan, Ren menggerakan satu tangannya yang
bergetar hebat, hingga ujung jemari mungilnya menyentuh permukaan pipi
Sehun dan mengusapnya pelan. Membuat wajah bersih lelaki tampan itu kini
turut ternodai sedikit darah “Kau tidak akan membiarkanku sendirian,
bukan? Kau tidak akan membuang dan mencampakanku, bukan? Kau juga…tak
kan pernah mengkhianatiku seperti Zelo, bukan?”
Cantik…
Cantik sekali.
Paras Ren
yang ternistai noda darah dan air mata seperti saat ini…sungguh sangat
cantik bagi Sehun. Kecantikan yang sungguh mengesankan hati sang iblis.
“Tentu saja
tidak Ren.” Bisik Sehun pelan…ia kemudian mengusap bibir merah Ren
dengan lembut dan penuh perasaan “Aku tidak akan pernah
meninggalkanmu…hanya saja…dirimulah yang akan meninggalkan dunia ini.”
Belum sempat Ren merasa terkejut atas ucapan Sehun. Mulutnya telah terbungkam
sempurna oleh sebuah ciuman yang dihadiahkan oleh sang iblis. Sehun
mengurung sempurna bibir Ren dengan bibirnya…membuat sang manusia
merasakan dingin dan pahitnya ciuman dari kegelapan.
“Mmpph…S-Seh…”
Tangan kiri
Sehun mengikat pinggang ramping Ren sementara tangan kanannya menekan
tengkuk lelaki bertubuh mungil tersebut. Tak memberikan sedikit celah
pun bagi sebuah kata untuk terlontar dari mulut Ren, juga tak
membiarkan sedikit pun bagi tenggorokannya untuk merasakan sejuknya
sehirup oksigen malam.
Sementara Ren berusaha meronta dari ciuman Sehun yang begitu liar dan
menuntut…namun ia tak tahu, entah mengapa tenaga Sehun begitu kuat
mengurungnya.
Setetes liur
mengalir dari sudut bibir Ren…disaat nafasnya mulai terputus dan
tenggorokannya terasa mencekat. Lelaki manis itu berusaha membebaskan
diri, sesuatu seperti menekan paru-parunya dan dadanya terasa panas.
Panas, panas hingga terasa sakit…ribuan jarum seolah menghujam kepalanya
dalam waktu yang bersamaan, tubuhnya mulai terasa lemas dan
pandangannya mulai menggelap…wajah tampan Sehun pun…tak lagi nampak
jelas dalam penglihatannya.
Tubuh Ren akhirnya terperosok jatuh…namun Sehun berhasil menahannya dan kini merengkuhnya erat.
Iblis tampan
itu mengakhiri ciumannya, senyum terlukis jelas di wajahnya saat
melihat setetes darah segar mengalir menggantikan liur dari sudut bibir
mungil Ren. Kedua mata milik manusia terindah bagi sang iblis pun saat
ini telah terpejam sempurna. Ia bagai tertidur, tertidur dengan sangat
lelap… seolah tak kan pernah lagi terbangun.
Sehun
mengusap pipi putih Ren yang lembut dan sehalus busa itu…kemudian
menjilat darah yang menetes dari sudut bibir lelaki berparas manis
tersebut.
“Welcome to my World, Honey…”
Dibalik hati yang tulus dan murni…tersimpanlah sebongkah dendam dan benci yang mendalam.
Disanalah
iblis bersemayam, menanamkan benih kegelapan yang kemudian menyebar
melewati urat syaraf dan menyatu dalam darah manusia.
Didunia ini tidaklah pernah ada manusia yang benar-benar berhati suci dan bersih.
Semua hanyalah sebuah kepalsuan belaka.
Karena iblis…akan selalu hadir diantara manusa.
…
……
………
Sehun
berjalan mondar-mandir didepan sebuah terowongan gelap, bentuknya hampir
menyerupai sebuah pipa air raksasa. Suara percikan air terdengar tiap
kali kakinya bergerak, wajar saja karena tempat ini cukup lembab dan
becek, selain itu suara cicitan tikus yang tak tertangkap mata terdengar
mengusik sesekali waktu.
Tap
Iblis tampan
itu terhenyak saat suara langkah kaki terdengar menggema, ia segera
menoleh memandang mulut terowongan gelap dihadapannya.
Tanpa sadar ia menelan liurnya paksa.
Dan kedua
matanya segera melebar saat dilihatnya sosok seseorang muncul dari
gelapnya terowongan tersebut. Namun senyum segera melengkapi paras
tampannya, ketika sosok tersebut telah sepenuhnya muncul…sosok yang sama
seperti dirinya. Sepasang sayap putih menghiasi punggungnya, selain itu terdapat
juga sepasang tanduk dan ekor berbentuk ujung anak panah pada diri sosok
tersebut.
Sosok itu
pun mengenakan pakaian serba hitam seperti Sehun…hanya saja sayapnya tak
selebar milik Sehun dan tubuhnya tak setinggi tubuh Sehun.
“Ren.”
Kepalanya
yang sedari tadi tertunduk itu pun terangkat dengan cepat saat sang
iblis tampan menyebut namanya pelan. Dalam waktu singkat tatapan mereka
saling bertaut…dan kemudian sang iblis bertubuh mungil pun segera
berlari dan menjatuhkan diri dalam dekapan sang iblis tampan Sehun.
“Sehun…kau darimana saja? Aku takut sekali. Didalam sana gelap dan dingin…aku takut, Sehun.”
Sehun membalas pelukan Ren dengan lebih erat…seolah tak ingin lelaki berparas manis itu merasakan kedinginan sedikit pun.
“Aku disini Ren…mulai saat ini aku bersumpah tak kan pernah meninggalkanmu, mulai
sekarang kita akan selalu bersama. Aku berjanji.”
Dan sang iblis pun…tersenyum bahagia.
.
.
.
Malam kota
Seoul tetap gemerlap seperti biasanya…kehidupan malam yang tak kalah
padat daripada kehidupan dikala mentari masih merajai langit.
Sehun dan Ren duduk berdampingan diatas sebuah menara jam di pusat kota,
menikmati semua itu bersama sunyi yang menemani mereka. Ren
menyandarkan kepalanya di bahu kokoh Sehun sementara tangan mereka
saling bertaut dengan erat seolah tak ingin terlepas meski hanya sekejap
mata.
“Sehun…”
“Hm?”
“Sebagai iblis…biasanya apa saja yang kau lakukan?”
Sang iblis
tampan hanya tersenyum penuh makna lalu mengecup singkat puncak kepala Ren yang ditumbuhi surai kecoklatan sehalus kapas.
“Kau bebas
melakukan apapun Ren. Kita para iblis tak mengenal ‘apa yang boleh
dilakukan’ atau ‘apa yang tidak boleh dilakukan’, kita pun tak mengenal
apa itu dosa dan pahala…kau bebas melakukan apapun…iblis tak terikat
oleh ketentuan baik dan buruk.”
Ren segera
menjauhkan kepalanya dari bahu Sehun selepas lelaki tampan itu
menyelesaikan ucapannya. Senyum telah menghinggapi paras manisnya dan ia
pun menatap Sehun dengan lekat, demikian pula dengan sang iblis
tampan…mereka seolah dapat membaca pikiran masing-masing.
“Kalau begitu, Sehun…aku ingin balas dendam.”
……………
Seorang lelaki berparas manis baru saja keluar dari lift dan segera berjalan menyusuri lorong apartemen tempat tinggalnya.
Ia mendekap
sekantung karton coklat belanjaan berisi sayur dan buah. Sungjong memang
baru saja pulang dari berbelanja seusai mengunjungi makam Zelo, itu
terlihat dari jeans dan blazer hitam yang melekat ditubuhnya…hanya kaus
bagian dalamnya saja yang berwarna putih.
Sesekali waktu ia menghapus bulir air yang berhasil lolos dari pelupuk matanya.
“Zelo…”
Ia sedikit
terisak menatap foto dirinya dan Jongin yang tertempel dipintu
kulkas…semua belanjaannya telah ia pindahkan kedalam sana.
Namja
bertubuh mungil itu lalu berjalan memasuki kamar mandi untuk membasuh
wajahnya, namun setelah itu ia tak langsung mengeringkannya dengan
handuk melainkan menatap pantulan dirinya sejenak dicermin wastafel.
Kedua matanya menangkap selembar foto lain yang terselip diatara kaca
dan bingkainya…foto dirinya dan Ren dipintu gerbang universitas saat
pertama kali menjadi mahasiswa.
“Semua ini…karena dirimu, Ren!”
Dengan penuh
amarah diraihnya foto tersebut dan merobeknya menjadi serpihan kertas
tak berarti. Dan setelahnya ia pun terisak hebat.
Sebenarnya ia menangisi siapa?
Ren sahabatnya…ataukah Zelo kekasih gelapnya?
Keduanya kini telah tiada…kini ia hanya seorang diri.
Pantaskah ia menyesal sekarang?
Ditatapnya lagi pantulan dirinya pada cermin wastafel…namun betapa terkejutnya ia saat menemukan sosok lain yang hadir disana.
Ia terbelalak…itu sosok yang amat ia kenal, sosok yang seharusnya tak mungkin hadir disana.
“Ren??!!”
Ia berbalik
dan segera terperangah hebat. Sosok Ren benar-benar ada disana…namun
kali ini Ren nampak berbeda dengan sepasang sayap dan tanduk, juga
ekor ditubuhnya.
Ren
menyunggingkan senyum yang mengundang ketakutan dan kecemasan untuk
hadir dalam diri Sungjong…hingga tubuh mungilnya nampak bergetar hebat.
“Re…Ren…”
Senyum diwajah Ren menjelma menjadi sebuah seringai.
“Hai, Sungjong.”
Taukah kalian jika para iblis sangat senang mencari sekutu?
Jikalau tak ingin menjadi bagian dari mereka…pertahankanlah akal sehat dan hati nuranimu.
~THE END~