Rabu, 30 April 2014

When The Devil Fall in Love (OneShoot) (RenXSehun)

 

Title: When The Devil Fall in Love

Author: ChoiGoYuri

Cast: Oh Sehun, Choi Ren

Supporting Cast: Choi Zelo, Lee Sungjong

Length: 1Shoot


WARNING: OOC, BOYS LOVE, SHOUNEN AI, DLDR!

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Ketika sang iblis jatuh cinta…
Cinta bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan sebuah lubang…yang gelap dan dalam, tempat yang akan sulit bagi kita untuk keluar, jika terjatuh kedalamnya.

Cinta bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan alunan music…yang merdu dan indah, sesuatu yang menenangkan dan mendamaikan hati, jika kita mendengarnya.

Ketika sang iblis jatuh cinta…

Semua insan berhak merasakan manis dan pahitnya cinta.
Semua…tanpa kecuali.
Bahkan makhluk terkutuk sekalipun.

Ketika sang iblis jatuh cinta…

Iblis tak kan membiarkan dirinya jatuh kedalam lubang…
Iblis tentu tak menyukai sesuatu yang indah dan menangkan hati seperti music.

Bagi sang iblis…cinta adalah tantangan yang harus ditaklukkan.
Mengapa?

Karena iblis…tidaklah lemah seperti manusia.

……
………


Hari ini Ren kembali bersedih. Padahal langit begitu cerah dan angin pun berhembus dengan pelan mengundang rasa kantuk, namun namja Cantik ini terpaksa menyendiri diatas atap gedung apartemen tempat tinggalnya. Bukan untuk kali pertama, tapi untuk kesekian kalinya. Tempat ini memang selalu rutin ia datangi, dikala tengah dirundung sedih dan rasa tertekan.

“Zelo bodoh.”

Ren menghapus kasar buliran air matanya yang nyaris saja terjatuh dari pelupuk mata, bibirnya tak kuasa untuk tidak melengkung kebawah membentuk sebuah pelangi terbalik.

Ia bosan menangis…menangis karena hal yang sama. Karena Zelo, Zelo dan Zelo. Kekasihnya, yang lagi-lagi dengan seenaknya membatalkan janji makan malam secara sepihak. Namja itu menghubunginya satu menit tepat sebelum Ren bermaksud pergi, hanya lewat pesan singkat yang teramat singkat Ren bahkan tak butuh satu detik untuk selesai membacanya dan meski pun ia mencoba menelpon serta berkali-kali mengirim pesan balasan,Zelo tak juga mengangkat telpon atau membalas pesan singkatnya.

“Tega sekali kau.”

Ren menggenggam keras ponsel touch ditangan kanannya. Ingin sekali ia meremasnya hingga hancur atau melemparnya kebawah sana…namun ia tak mungkin melakukan semua itu, karena tanpa ponsel ini bagaimana jika nanti Zelo menghubunginya?

Bodoh…
Bahkan setelah apa yang terjadi selama ini…disaat tengah bersedih pun Ren masih saja mengharapkan Zelo dan berpura-pura lupa akan siapa yang membuatnya bersedih seperti ini.

Mengapa sebagai manusia…diri ini lemah sekali.

“Kau pasti sedang menangisi kekasihmu kan?”

Baru saja Ren hendak kembali mengeluarkan umpatannya tentang Zelo, sebuah suara asing menghalangi keinginannya.

Dengan perasaan kaget bercampur panic, Ren menoleh kesegala arah…bermaksud menemukan siapa gerangan pemilik suara asing tersebut. Namun nihil, tak ada siapa pun kecuali dirinya diatas atap ini.

Siapa?
Siapa gerangan pemilik suara yang seakan mengetahui segalanya itu?

“Aku diatas sini!”

Dengn refleks cepat Ren menengadah…dan menemukan sosok seorang pemuda tengah duduk diatas tangki air seraya mengayunkan satu kakinya, sementara kakinya yang lain ia tekuk guna menumpu tangannya.

Ren membisu.

Sosok itu…sungguh seolah tidak nyata. Bagaimana mungkin ada paras setampan itu? Bagaimana mungkin ada senyum semenawan itu?

Keindahan yang sungguh tak mungkin dimiliki oleh seorang manusia.

“Aku punya satu cara untuk melampiaskan kekesalanmu.”

Lelaki itu melompat turun dengan baik. Gerakannya begitu ringan dan terlihat mudah ia melakukannya…padahal tiang tempat tangki air itu berada cukup tinggi. Namun ia seolah mendapat bantuan dari angin hingga dapat meringankan tubuhnya dan mendarat dengan mulus.

Ren hanya diam memerhatikan sosok berpakaian hitam itu saat ia mendekatinya. Berdiri disampingnya turut memerhatikan lautan temaram lampu kota penuh warna dibawah sana.

“Cobalah berteriak sekuatmu seperti ini.”

Pemuda tampan itu menempatkan kedua tangannya untuk menangkup mulutnya…ia menarik nafas sejenak sebelum akhirnya berteriak lantang memaksa Ren menutup kedua telinganya.

“Yah! Apa kau gila!!”

Ia hanya tersenyum saat Ren memprotes tindakannya yang baru saja ia hentikan itu. Senyum yang sungguh menawan…membuat Ren segera bungkam dan kesulitan menenangkan detak jantungnya.

“Cobalah.”

“Bodoh! Kau pikir ini film atau drama? Aku tidak mungkin melakukannya…itu…itu sangat memalukan.”

“Tidak ada orang lain disini…apa alasanmu merasa malu?”

“Te-tetap saja…”

Ren merasa malu dan menunduk…ia tak tahu pasti mengapa merasa malu. Apakah karena ia merasa semua ini terlalu berlebihan…atau karena sosok disampingnya ini terlalu menawan hingga membuat kedua pipinya terasa panas?

“Aku memahami perasaannmu. Kau tak perlu merasa malu.”

Ungkapnya pelan dan halus…suaranya begitu menghipnotis dan memanjakan telinga, mengundang namja Cantik ini untuk memberanikan diri menatapnya lekat. Lensa matanya hitam, hitam pekat seperti langit malam saat ini, kulit wajahnya putih…sedikit pucat namun bersih dan halus, bibirnya merah semerah darah dan terlihat lembab juga surai lembut berwarna Pirang dikepalanya.

Ia tampan…juga indah.

“Hei, jangan melamun saja!” Ren tersentak kaget saat lelaki tampan itu mengibaskan satu tangan tepat didepan wajahnya, menariknya kembali dari dunia angan-angan “Kau sungguh tak mau mencobanya? Kupastikan kau akan menyesal nantinya.”

Senyum memikat itu masih setia menghiasi parasnya yang rupawan, laki-laki itu terlihat bersinar dan murni. Ren mengangguk pelan dengan hati meragu, mungkin tak ada salahnya mencoba…meski cara ini cukup klise dan melankolis.

Dan ia pun berteriak…membiarkan suaranya menghantam angin malam memecah udara. Tak hanya sekali namun berkali-kali, mengungkapkan betapa kesal juga sengsara hatinya saat ini.

Dan sosok disampingnya hanya tersenyum.

“Bagaimana? Saranku cukup membantu bukan?”

Ren mengangguk pasti, kali ini dengan senyum yang entah sejak kapan mampu ia lukiskan…meski nafasnya sedikit terengah. Ia menatap kerlip lampu kota dibawah sana, penuh warna dan terlihat lebih indah kali ini. Perasaannya sekarang sungguh aneh, tak mampu ia lukiskan dengan kata…ringan seolah memiliki sayap, hatinya mengawang tinggi keluar angkasa.

Semua berkat sosok lelaki asing itu.

“Hm…aku sedikit lega sekarang. Terima kasih atas sarannya.”

“Tak perlu sungkan.”

Sosok itu menepuk pelan bahu mungil Ren lalu beralih menatap hamparan kota yang tetap bersinar ditengah gelapnya malam.

Namun tidak dengan Ren sendiri…ia kembali memasuki dunia angan yang tercipta setelah matanya tak lepas dari menatap lekat sosok tampan itu.

Angin malam berhembus lembut menghempaskan rambut pirangnya, kedipan matanya yang perlahan mengikuti irama angin…sungguh potret dalam gelapnya dunia yang memesona melebihi apapun.

Ouh! Tidak tidak!
Sadarlah Ren!
Zelo Telah hadir dalam hidupmu…jangan biarkan jalan dihatimu bercabang!

“Ada apa?”

Ia bertanya saat Ren sibuk memukul-mukul pelan kedua pipinya…memaksa diri membangun benteng tak kasat mata guna menghindari pesona sosok rupawan disampingnya ini. Ren menggeleng pelan setelahnya seraya tersenyum kikuk, ia menyesali perbuatannya yang menjadikannya terlihat tolol. Dengan gugup ia melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Berlagak kaget meski menyadari kalau malam belum terlalu larut.

Namun ia tak mungkin berada bersama sosok ini lebih lama…atau jalan dihatinya benar-benar akan bercabang.

“A-aku…aku harus pulang, sudah malam. Sampai jumpa lagi. Terima kasih!”

Sosok itu tak mengatakan apapun selain hanya tersenyum. Memandang punggung sempit Ren yang menjauh menuju pintu atap dan menghilang disana.

Kini ia hanya tinggal seorang diri…dalam gelapnya malam yang tak menakutkan baginya.

Detik membawa senyum diwajahnya berubah menjadi seringai, sorot mata lembutnya sirna tergantikan tatapan lekat yang mencekam.

“Manusia berpendirian kuat, ya…sungguh tantangan yang menarik.”

Sepasang sayap  muncul dibalik punggung kokohnya…sayap dengan membran yang terlihat tipis namun sebenarnya kuat. Berwarna Hitam . Juga terlihat sepasang tanduk berwarna merah yang muncul dari kedua sisi kepalanya…disusul ekor panjang berwarna sama dengan ujung menyerupai sebuah anak panah.

Sosok sesungguhnya sang iblis.

“Aku akan menaklukanmu, sayang…”

Dalam satu detik saja sayap tersebut melebar memperlihatkan betapa besar dan lebar bentuknya…lalu mengepak pelan menghasilkan arus angin yang sedikit kacau dan bergemuruh disekitarnya.

Seringai kembali menghiasi paras tampannya…

Sebelum akhirnya sang iblis tampan itu menjatuhkan diri dari atas gedung…bersatu dengan angin yang telah lama menjadi sekutu setia nya.

……………

“Kukira kau hanya mendatangi tempat ini saat sedang bersedih saja.”

Ren segera berpaling dari menatap kota dibawah sana dan menoleh guna menanggapi suara yang baru saja menyapanya. Raut terkejut menyelimuti wajahnya, namun senyum segera hadir mengubah semuanya…sosok yang membuatnya terpesona, kini kembali hadir didekatnya dan membuatnya merasakan lagi hal yang sama.   

“Oh! Kau yang kemarin rupanya!”

“Dilihat dari wajahmu sekarang…sepertinya kau tidak sedang bersedih.”

Sosok itu berkata seraya mendekatkan diri pada Ren, dengan senyum yang entah mengapa jauh lebih menawan dari sebelumnya. Lelaki berparas manis itu hanya tersenyum menunjukan dirinya yang tengah dilanda kebahagiaan saat ini.

“Aku juga bingung, entah mengapa aku ingin sekali datang kesini.”

“Mungkinkah kau berharap akan bertemu lagi denganku?”

“Ap-apa?!” rona merah dengan cepat menyebar menambah warna baru pada paras Cantik Ren, mengapa semua yang ada pada lelaki asing nan tampan ini membuatnya tersipu? “Jangan bicara sembarangan! Aku mana mungkin begitu!”

Ren duduk dilantai atap bersandar pada pagar, disusul oleh lelaki asing itu yang juga melakukan hal serupa, jadilah mereka kini duduk berdampingan. Ia lalu mengeluarkan sebuah coklat batangan dari saku jaket birunya dan membaginya menjadi dua, kemudian menyerahkan salah satunya pada lelaki tampan disampingnya.

“Ouh…terima kasih.”

Ren hanya tersenyum simpul lalu mengangguk pelan…ia pun menggigit coklat miliknya setelah melihat namja disampingnya itu menggigit coklatnya lebih dulu.

“Oh ya, sejak kemarin kita belum saling berkenalan kan?” ia membuka suara setelah coklat dimulutnya lumer dan mengalir mulus melewati tenggorokannya “Namaku Ren…kau?”

“Sehun.”

Lelaki berparas manis itu terdiam.
Sehun…
Sungguh nama yang cocok untuk sosok menawan seperti dirinya Pikir Ren.

Ren tersenyum, sedikit lebih cerah dari biasanya…entah mengapa hanya dengan mengetahui nama lelaki tampan itu saja, hatinya menjadi girang tak tertahankan seperti ini. Ia kemudian meraih dan menjabat tangan Sehun. Tangan yang terasa dingin saat Ren sentuh.

“Baik…salam kenal Sehun.”

Dan manusia pun tak menyadari…bahwa dirinya telah terperosok dalam perangkap sang iblis yang dipenuhi oleh keindahan semu. Ia terlalu terbuai, dengan manisnya racun yang ditawarkan oleh sang iblis.

“Kau belum menceritakan alasanmu merasa senang, Ren.”

Ren berhenti mengulum coklat dimulutnya. Pipinya kembali merona, ia tersipu…kali ini bukan karena Sehun. Melainkan karena apa yang tengah ia pikirkan saat ini.

“K-kau mau tahu?”

“Jika kau tak keberatan.”

Ia terkekeh pelan seraya menggigit bibir bawahnya pelan. Sehun memandangnya dalam diam, bukan menanti jawaban Ren, namun memikirkan apa sekiranya yang membuat lelaki berparas Cantik itu tersipu malu dan gugup seperti sekarang. Sebenarnya…tanpa Ren mengatakan apa pun juga, Sehun telah tahu pasti apa jawabannya.

“Zelo…”

Senyum memudar sempurna dari wajah Sehun. Ia tidak suka nama itu…bukan, ia tak suka jika Ren menyebut nama itu.

“Siang tadi ia datang ke kampusku dan mengajakku makan siang bersama, Zelo berkata kalau kemarin mendadak ia harus menghadiri acara keluarga…jadi mau tak mau terpaksa membatalkan janji makan malamnya denganku. Aaah~ aku menyesal telah berburuk sangka padanya…”

Sehun terdiam…ia tak dapat mengira seberapa besar dan kuat perasaan Ren pada Zelo . Manusia adalah makhluk yang paling sulit ditebak dan iblis membenci perhitungan dalam bentuk apapun.

Bagaimana cara Ren tersenyum dan tersipu saat membicarakan Zelo, bagaimana raut wajah Ren saat memikirkan Zelo…dan semuanya. Sehun tidak suka, manusia bernama Ren ini terlalu menyilaukan baginya…namun hal itu jugalah yang membuatnya menarik dimata iblis tampan tersebut. Para iblis menyukai tantangan…dan manusia adalah tantangan yang berharga untuk ditaklukkan.

“Ah…aku lupa memberitahumu…Zelo itu kekasihku.”

Sehun hanya mengangguk pelan dengan senyum yang telah hadir menghiasi paras tampannya…senyum yang tercipta dalam tipu dan muslihat.

Namun bagi Ren…senyum itu jauh lebih indah dari pelangi yang membentang melintasi langit.

“Sehun…”

“Ya?”

“Mulai sekarang kita berteman, kan?”

Sehun kembali tak mengucap sepatah kata pun melainkan hanya mengangkat kedua alisnya menatap Ren dengan sedikit ketertegunan yang tersirat diwajahnya. Sementara Ren menatapnya dengan cara yang sama persis seperti anak berusia lima tahun…polos dan murni dengan mata berbinar indah.

Indah…
Yah, bagi Sehun…Ren adalah manusia terindah.
Membuat iblis tampan tersebut, begitu ingin menaklukkannya.

“Ren…mengapa kau ingin berteman denganku?”

Lelaki berpakaian hitam itu bertanya dengan pelan. Pakaian warna hitam yang membuat sosoknya semakin terasa penuh misteri dan teka-teki.

Benar juga, Ren tak tahu siapa Sehun sebenarnya. Dari mana asalnya, dimana tempat tinggalnya dan apakah Sehun masih sekolah atau sudah kuliah seperti dirinya. Bagaimana mungkin ia dengan mudahnya mengajak seorang asing untuk berteman? Mengapa sosok Sehun begitu memikat dirinya?

“Karena…karena aku merasa kalau Sehun bisa menjadi teman yang baik untukku. Kau tidak akan menolak kan…Sehun?”

Karena sang iblis memandang cinta dengan cara yang berbeda dengan manusia.
Karena sang iblis tidaklah lemah…seperti manusia.

Sehun tersenyum dan mengangguk pelan.

“Ya, Ren…kita berteman.”

……………

Kota Seoul ramai seperti biasa pada hari ini. Penduduk dengan berbagai profesi bercampur menjadi satu memenuhi jalan-jalan umum. Ada yang berjalan kaki, menggunakan sepeda atau bahkan menaiki mobil pribadi. Lampu lalu lintas terus berganti warna dan bunyi klakson tak pernah berhenti menambah polusi suara.

Namun tak satu pun dari mereka menyadari akan hadirnya sosok seorang pemuda tampan…dengan sayap, tanduk dan ekor merah yang membuatnya berbeda dari yang lain. Tak ada yang merasa janggal, bukan karena para individu itu sibuk dengan diri mereka masing-masing…melainkan karena tak ada satu pun dari mereka yang dapat melihat sosok sang iblis tampan yang saat ini tengah berdiri tepat disamping tiang lampu lalu lintas.

Dengan gerak perlahan kepalanya menengadah hingga sorot mata es nya dapat memandang sebuah gedung pencakar langit yang berdiri kokoh dihadapannya, tepat diseberang jalan.

Sebuah hotel…The Bigeast International Hotel.

“Aku heran mengapa manusia menyukai tempat bersih, mewah dan bagus…toh jikalau mereka mati nanti, akan tetap dikubur dalam tanah yang kotor dan busuk.”

Dan kemudian sosoknya menghilang tanpa jejak seolah ditelan oleh angin.

.
.
.

“Wow! Pemandangan yang sungguh menarik!!”

Sehun berseru senang dengan bebas meski ia tak sendirian di ruang kamar tempatnya berada saat ini. Ia duduk bersila diatas lemari, memandang dengan leluasa sepasang namja yang tengah memadu kasih diatas ranjang empuk dan nyaman.

“Sungjong~, sampai kapan kita akan terus menyembunyikan ini dari Ren. Biarkan aku memberitahunya. Kita tak bisa terus seperti ini…aku lelah pura-pura mencintainya.”

“Tidak. Aku mohon jangan Zelo…dia sahabatku, aku tak bisa melihatnya menderita. Bertahanlah demi diriku…aku mohon.”

Zelo menarik tubuh mungil Sungjong kedalam dekapannya. Mengecup puncak kepalanya berkali-kali seraya menghirup aroma shampoo apel yang menguar dari sana. Aroma penuh candu yang membuat Zelo tak dapat melupakan sosok Sungjong sedetik pun. Meski telah hadir Luhan disampingnya.

“Aku mencintamu, Sungjong.”

“Aku juga mencintaimu, Zelo.”

Dan mereka pun kembali bersatu. Berbagi kasih dan sayang lewat sentuhan demi sentuhan yang membuat keduanya sejenak melupakan surga dan neraka.

Sementara diatas sana…sang iblis tertawa dengan puasnya.

“Hei kalian para manusia. Bisakah kalian beritahu aku apa perbedaan antara kaum kami dan kaum kalian? Kita sama-sama picik dan licik, kan? Pandai berkhianat dan mencari alasan…tapi aku rasa, kami tidaklah sebodoh dan selemah kalian.”

Demikianlah sang iblis berkata dengan angkuh. Sebelum akhirnya kembali menghilang…pergi entah kemana.

……………

Seorang petugas kebersihan berseragam biru berjalan pelan melewati sebuah pintu bernomor 9096, seraya menenteng tongkat pel dan sebuah ember berisi air kotor dikedua tangannya.

Tanpa menyadari sedikit pun adanya sosok bersayap yang berdiri tegap didepan pintu nomor 9096 tersebut.

Sehun sang iblis.

“Manusia tolol…tapi terima kasih, aku jadi tidak perlu bersusah payah menyalakan api…hanya perlu sedikit kupercikan minyak saja…dan apinya akan semakin membesar.”

Ia meletakan sebuah amplop putih yang cukup tebal diatas keset, menandakan bahwa isinya lumayan banyak atau besar.

“Iyaaaaa! Tunggu sebentar!!”

Seruan itu terdengar dari balik pintu beberapa detik setelah iblis tampan itu menekan bel, ia tersenyum puas lalu kembali melenyapkan diri tanpa jejak.

Pintu pun terbuka menampilkan sosok sang pemilik apartemen nomor 9096.

“Hm? Aneh…kenapa tidak ada orang?”

Ren mengerenyit bingung seraya mengusap tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, perasaannya berubah sedikit waspada. Sempat ia menoleh ke ujung lorong…namun tak ada seorang pun yang lewat kecuali sepasang suami istri penghuni apartemen no 9095 disebelahnya, lelaki berparas Cantik itu hanya tersenyum simpul dan menunduk sopan saat pandangan mereka bertemu, sebelum akhirnya sepasang suami istri tersebut menghilang dibalik pintu tempat tinggal mereka.

“Yasudahlah…mungkin hanya orang iseng.”

Ia menggendikan kedua bahunya sebelum berbalik bermaksud kembali memasuki apartemen, namun langkahnya terhenti saat dirasanya ia menginjak sesuatu diatas keset.

“Apa ini?”

Ren membungkuk agar tangannya lebih mudah mengambil benda yang menghentikan langkahnya itu. Sebuah amplop putih yang cukup tebal. Terdorong rasa penasaran, Ren membuka segel merah yang merekatkan amplop itu dan mengeluarkan isinya.

Kedua mata mungilnya terbelalak sempurna saat mendapati apa sesungguhnya isi amplop tersebut.

“M-musta…hil…”

Luka hadir dalam hati yang tersakiti…mata yang menangis membuatnya menjelma menjadi benih kebencian dan dendam.

Benci yang membuat sang iblis tersenyum.
Dendam yang membuat sang iblis tertawa.

.
.
.

Diatap gedung apartemen, Ren kini tengah menangis, menangis tersedu-sedu dalam pelukan Sehun. Wajah mungilnya melekat sempurna didada Sehun yang hangat baginya…ia terus tersedu seraya membalas pelukan lelaki tampan tersebut.

“Menangislah Ren…menangislah…”

Lelaki berparas Cantik itu terus melantunkan irama kesedihan dari mulut mungilnya, irama kesedihan menyayat hati yang terdengar indah bagi Sehun. Inilah music yang sesungguhnya…

Bagi sang iblis tangisan adalah music terindah…
Dan air mata merupakan penjelmaan dari rasa sedih yang sungguh menawan dipandang mata.

Sehun tersenyum tanpa Ren ketahui, senyumnya berpadu dengan sorot mata yang menyiratkan kepuasan mendalam. Hanya langit malam lah yang ia kenankan untuk menjadi saksi…akan dusta dan kebohongan yang ia persembahkan untuk Ren.

Ren…
Manusia yang telah merebut hati sang iblis.

“Dia telah mengkhianatimu Ren, dia pun telah menyia-nyiakan cintamu yang tulus…”

Isak tangis Ren semakin keras, nafasnya mulai terdengar putus-putus…dan indera pendengaran Sehun seolah semakin dimanjakan oleh hal itu. Ia tersenyum lagi, senyum sang iblis yang merupakan kutukan bagi manusia.

Sang iblis tampan itu pun berbisik ditelinga Ren…memperdengarkan suaranya yang lebih mencekam daripada desisan ular berbisa.

“Orang seperti itu tidak pantas untuk dimaafkan, kau harus menghukumnya Ren…hukum dia, kau harus membalas kesedihan ini…buatlah dia merasakan kesedihan melebihi dari yang kau rasakan.”

……………

Sehun berdiri diatas meja ruang tengah, ia bersendekap…kedua lensa mata pekatnya bergerak menatap dua orang yang tengah bersitegang dibawahnya secara bergantian.

Ren dan Zelo.

Nafas Ren terlihat berat dan memburu, bukan karena lelah…melainkan karena tengah menahan amarah berhadapan dengan lelaki yang saat ini masih berstatus sebagai kekasihnya…entah sampai kapan status ini akan berlanjut, namun Ren apalagi Zelo benar-benar menyadari bahwa tak ada lagi alasan untuk mempertahankan status mereka sebagai kekasih.

“Apa-apaan ini?”

Zelo berucap dengan dingin, sekilas benci terlihat dimatanya yang kini tengah terpaku pada Ren…ia lalu beralih menatap kebawah dimana banyak sekali foto-foto dirinya dan Sungjong berserakan memenuhi lantai. Ia tak terlalu ingin tahu darimana Ren mendapatkan semua itu, Zelo hanya merasa kaget ketika ia tiba dan Ren langsung melempar sebuah amplop putih tepat mengenai wajahnya, hal tersebut tentu tak ayal membuat isinya yang merupakan bukti pengkhianatannya berhamburan kelantai.

“Kau memintaku datang kesini hanya karena ini?”

Sekali lagi ia berucap dengan dingin, kini matanya tertuju pada layar televisi dibelakang Ren yang tengah menampilkan adegan dirinya dan Sungjong tengah memadu kasih disebuah kamar hotel yang beberapa hari lalu menjadi tempat kencan mereka.

“Darimana kau mendapatkan semua ini?”

“Seseorang meletakkannya di depan pintuku beberapa waktu lalu, aku pun tak tahu siapa yang melakukannya…tapi aku berterima kasih, kini semuanya telah berakhir Choi Zelo.”

Zelo tersenyum simpul dan menyelipkan kedua tangannya pada saku celana katun army panjang yang dikenakannya. Kali ini ia terlihat sedikit lebih santai dan lega.

“Kalau begitu aku juga berterima kasih pada orang itu, aku jadi tak perlu mengatakan apapun padamu. Kini kau tahu aku tidak pernah mencintaimu…dan semua telah berakhir seperti katamu, Ren. Selamat tinggal.”

Hanya demikian ia berkata sebelum berbalik, berjalan meninggalkan Ren yang mematung tak percaya.

Seperti itu? Hanya seperti itu saja dan Zelo meninggalkannya? Benarkah tak ada sedikit pun cinta untukknya dihati Zelo?

“Tidak! Zelo tunggu dulu!”

Sehun menatap tajam Ren yang berlari mengejar Zelo dan menarik tangan lelaki yang ia lihat Lebih tinggi dari Ren itu. Ia lalu melayang dan mendaratkan kakinya diatas susunan laci agar lebih dekat dengan mereka.

Air mata kini telah hadir diwajah Ren, menambah jelas kesedihan yang saat ini tengah dirasanya…

“Aku mencintaimu, Zelo. Aku akan melupakan semuanya jika kau kembali padaku. Sungguh aku mencintaimu!”

Sehun tersenyum saat Zelo menghempaskan tangan Ren begitu saja membuat lelaki berparas cantik itu tekejut bukan main. Ini kali pertama Zelo bersikap kasar padanya.

“Maaf Ren. Orang yang kucintai hanyalah Sungjong, sahabatmu…bahkan sebelum kita saling mengenal.”

Tubuh Ren melemas, cengkramannya pada tangan Zelo terlepas begitu saja…kedua kaki nya pun seolah tak kuat menahan berat tubuhnya hingga ia tak sanggup lagi berdiri dan jatuh terduduk dilantai.

Didengarnya langkah kaki Zelo yang menjauh.

Benarkah ternyata selama ini? Rumor akan hubungan dekat Zelo dan Sungjong yang beredar di kampusnya…benarkah semua itu? Selama ini ia berusaha mengabaikan semua itu, menutup mata juga telinga berusaha memperkuat kepercayaannya pada dua orang yang paling berharga dalam hidupnya itu. Zelo kekasihnya dan Sungjong sahabat baiknya…

Tangisnya kembali pecah…

Ternyata manusia memang mudah berkhianat.
Ternyata mempercayai orang lain terlalu jauh adalah salah.

Sehun tertawa tanpa mampu Ren mendengarnya…iblis tampan itu melompat turun dan merendahkan tubuhnya tepat disamping Ren. Ia mendekatkan wajahnya ditelinga Ren dan kembali berdesis.

“Hukum dia…balas rasa sakit hatimu…”

Dengan satu ayunan pelan tangannya, iblis tampan tersebut memunculkan sebilah belati tak jauh dari tempat Ren terduduk.

“Buat dia merasa sakit bagaimana pun caranya, jangan lemah Ren…jangan lemah…”

Ren berhenti terisak, ia menghapus kasar air mata yang menodai wajahnya…perlahan lelaki manis itu menggerakan kepala, mengarahkan pandangannya pada sebuah benda berkilau yang tergeletak tak jauh dari tempatnya. Ren sadari itu adalah sebuah belati…ia menatap tajam benda itu. Dan entah mendapat dorongan dari mana…Ren pun berdiri dan dengan cepat mengambil benda tersebut.

Ia berjalan dengan langkah cepat…tanpa menyadari sosok sang iblis yang tengah tersenyum puas dibelakangnya.

Bunga kebencian tumbuh mekar menyerap segarnya air mata.
Harumnya semerbak melumpuhkan semua…tubuh bahkan hati.

Hati yang tersakiti…tidak lah mudah untuk memaafkan.

“Aku tidak akan membiarkanmu, CHOI ZELO!!”

Dengan satu gerakan cepat Ren menghunuskan belati ditangannya tepat dan tertanam dibahu kanan Zelo yang baru saja berdiri setelah memakai sepatunya.

“A~aaaakkhh…”

Zelo tak memiliki waktu untuk menghindar, rasa sakit telah menguasai sekujur tubuhnya…ia menyentuh luka di bahunya dan terbelalak saat mendapati lelehan darah segar ditelapak tangannya. Ia pun beralih menatap Ren penuh amarah.

“APA YANG KAU LAKUKAN, HAH?!!”

Bentak Zelo dengan tubuh yang mulai limbung…Ren menancapkan belati dan mencabutnya kembali dalam waktu dekat membuat rasa sakit yang dirasanya menjadi berlipat-lipat. Rasa sakit itu pula lah yang membuat amarahnya meningkat.

Namun Ren terlihat berbeda. Tak sedikit pun ia nampak gentar. Belati berlumuran darah masih ia genggam erat ditangan kanannya.

“Sakit? Sakit kah? RASA SAKIT KU BAHKAN TAK DAPAT DIBANDINGKAN DENGAN YANG KAU RASAKAN SEKARANG, PENGKHIANAT! KAU HARUS MERASAKAN YANG LEBIH DARI INI! KAU PANTAS MERASAKANNYA! KAU PANTAS MENDAPAT BALASAN! KAU PANTAS MENERIMANYA!! KAU PANTAS MATI!!”

Ren kembali menerjang Zelo dan menancapkan belati itu kali ini di perut mantan kekasihnya tersebut, kemudian dengan cepat ia mencabutnya kembali.

“ARGH!”

Tanpa sadar Ren tersenyum mendengar erangan Zelo…sedikit terpuaskan rasanya, kini orang yang menyakitinya tengah merasa sakit. Sama seperti dirinya.

Ren untuk ketiga kalinya menghunuskan belati itu ditubuh Zelo, merobek kulit perutnya membuka jalan bagi darah segar untuk keluar. Hingga lelaki itu mulai tumbang dan kehilangan kesadaran…Ren tak menghentikan tindakannya.

“Seharusnya kau tak memberiku harapan palsu! Seharusnya kau dan Sungjong tak menipuku! Seharusnya kau jangan menuruti permintaan Sungjong untuk menerima cintaku! Seharusnya kalian tidak pernah hadir dalam hidupku! Seharusnya kalian mati sejak dulu! Matilah kau! Mati! Mati! Mati!”

Sepercik darah segar menodai wajah manis Ren…dan ia pun terus menghunuskan belatinya ditubuh yang kini tak lagi bernyawa.

.
.
.

Angin malam berhembus dengan cukup kencang, bunyi udara yang menderu bergemuruh ditelinga siapa pun yang berada diluar rumah saat ini.

Satu persatu tetesan darah terjatuh menodai lantai atap, membentuk sebuah pola jejak sesuai kemana Ren melangkah. Lelaki berparas manis itu menjatuhkan belati berlumuran darah segar itu begitu saja dari tangannya, tanpa menghentikan langkahnya yang tertatih. Mendekati pagar atap dan memandang lautan bangunan yang membentuk kota Seoul dibawah sana.

Nafasnya tak menentu dan terasa berat, berkali-kali ia menelan liur secara paksa namun tak jua dapat memuaskan kerongkongannya yang terasa tercekat.

Ia baru saja membunuh orang.

Ren menatap kedua tangannya yang juga berlumuran darah…buru-buru ia memeperkan tangannya itu pada pakaiannya berusaha membuatnya hilang, setelah itu ia pun juga berusaha menghapus bercak darah yang menodai wajahnya. Semua itu ia lakukan dengan panic dan ketakutan. Namun sia-sia…noda merah itu tak jua menghilang, seolah menjadi tanda bahwa dirinya telah menjadi seorang pembunuh.

“Percuma saja…darah yang mengering tak kan mudah dihapuskan.”

Suara mencekam itu membuatnya menoleh, kedua matanya melebar sempurna saat mendapati sosok seorang pemuda rupawan tengah berjalan pelan mendekatinya.

“Sehun!”

Tak kuasa menahan tekanan dihatinya, Ren berlari memeluk Sehun dan segera terisak dalam dekapan lelaki tampan tersebut.

“Sehun, aku telah membunuh Zelo. Aku telah membunuhnya…bagaimana sekarang? Apa yang harus kulakukan? Aku takut, Sehun. Aku takut sekali!”

Merasakan ketakutan yang terpancar jelas dari diri Ren, senyum mengembang diparas tampan Sehun bagai bunga bermekaran dimusim semi. Sekali pun ia tak kan membiarkan Ren melihat kepalsuannya, Sehun selalu tersenyum diam-diam…dikala lelaki berparas manis dalam dekapannya itu tengah bersedih atau tertekan.

“Aku tahuRe n, aku tahu dan tak kan mengatakan apapun…cukup kita saja yang mengetahuinya. Anggaplah tak pernah terjadi apapun…yang terpenting kini rasa sakitmu telah terbalaskan bukan?”

Sehun berbisik ditelinga Ren…dengan pelan dan lembut, namun dingin bagaikan suara desisan ular. Ia kemudian menarik dagu mungil Ren dan mempertemukan tatapan mereka. Senyum masih ia pertahankan, senyum yang menjadi penenang sempurna bagi kegundahan hati Ren juga kerapuhan dirinya.

“Se…hun…” katanya dengan lirih dan pelan, Ren menggerakan satu tangannya yang bergetar hebat, hingga ujung jemari mungilnya menyentuh permukaan pipi Sehun dan mengusapnya pelan. Membuat wajah bersih lelaki tampan itu kini turut ternodai sedikit darah “Kau tidak akan membiarkanku sendirian, bukan? Kau tidak akan membuang dan mencampakanku, bukan? Kau juga…tak kan pernah mengkhianatiku seperti Zelo, bukan?”

Cantik…
Cantik sekali.
Paras Ren yang ternistai noda darah dan air mata seperti saat ini…sungguh sangat cantik bagi Sehun. Kecantikan yang sungguh mengesankan hati sang iblis.

“Tentu saja tidak Ren.” Bisik Sehun pelan…ia kemudian mengusap bibir merah Ren dengan lembut dan penuh perasaan “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu…hanya saja…dirimulah yang akan meninggalkan dunia ini.”

Belum sempat Ren merasa terkejut atas ucapan Sehun. Mulutnya telah terbungkam sempurna oleh sebuah ciuman yang dihadiahkan oleh sang iblis. Sehun mengurung sempurna bibir Ren dengan bibirnya…membuat sang manusia merasakan dingin dan pahitnya ciuman dari kegelapan.

“Mmpph…S-Seh…”

Tangan kiri Sehun mengikat pinggang ramping Ren sementara tangan kanannya menekan tengkuk lelaki bertubuh mungil tersebut. Tak memberikan sedikit celah pun bagi sebuah kata untuk terlontar dari mulut Ren, juga tak membiarkan sedikit pun bagi tenggorokannya untuk merasakan sejuknya sehirup oksigen malam.

Sementara Ren berusaha meronta dari ciuman Sehun yang begitu liar dan menuntut…namun ia tak tahu, entah mengapa tenaga Sehun begitu kuat mengurungnya.

Setetes liur mengalir dari sudut bibir Ren…disaat nafasnya mulai terputus dan tenggorokannya terasa mencekat. Lelaki manis itu berusaha membebaskan diri, sesuatu seperti menekan paru-parunya dan dadanya terasa panas. Panas, panas hingga terasa sakit…ribuan jarum seolah menghujam kepalanya dalam waktu yang bersamaan, tubuhnya mulai terasa lemas dan pandangannya mulai menggelap…wajah tampan Sehun pun…tak lagi nampak jelas dalam penglihatannya.

Tubuh Ren akhirnya terperosok jatuh…namun Sehun berhasil menahannya dan kini merengkuhnya erat.

Iblis tampan itu mengakhiri ciumannya, senyum terlukis jelas di wajahnya saat melihat setetes darah segar mengalir menggantikan liur dari sudut bibir mungil Ren. Kedua mata milik manusia terindah bagi sang iblis pun saat ini telah terpejam sempurna. Ia bagai tertidur, tertidur dengan sangat lelap… seolah tak kan pernah lagi terbangun.

Sehun mengusap pipi putih Ren yang lembut dan sehalus busa itu…kemudian menjilat darah yang menetes dari sudut bibir lelaki berparas manis tersebut.

“Welcome to my World, Honey…”

Dibalik hati yang tulus dan murni…tersimpanlah sebongkah dendam dan benci yang mendalam.
Disanalah iblis bersemayam, menanamkan benih kegelapan yang kemudian menyebar melewati urat syaraf dan menyatu dalam darah manusia.

Didunia ini tidaklah pernah ada manusia yang benar-benar berhati suci dan bersih.
Semua hanyalah sebuah kepalsuan belaka.

Karena iblis…akan selalu hadir diantara manusa.

……
………

Sehun berjalan mondar-mandir didepan sebuah terowongan gelap, bentuknya hampir menyerupai sebuah pipa air raksasa. Suara percikan air terdengar tiap kali kakinya bergerak, wajar saja karena tempat ini cukup lembab dan becek, selain itu suara cicitan tikus yang tak tertangkap mata terdengar mengusik sesekali waktu.

Tap

Iblis tampan itu terhenyak saat suara langkah kaki terdengar menggema, ia segera menoleh memandang mulut terowongan gelap dihadapannya.

Tanpa sadar ia menelan liurnya paksa.

Dan kedua matanya segera melebar saat dilihatnya sosok seseorang muncul dari gelapnya terowongan tersebut. Namun senyum segera melengkapi paras tampannya, ketika sosok tersebut telah sepenuhnya muncul…sosok yang sama seperti dirinya. Sepasang sayap putih menghiasi punggungnya, selain itu terdapat juga sepasang tanduk dan ekor berbentuk ujung anak panah pada diri sosok tersebut.

Sosok itu pun mengenakan pakaian serba hitam seperti Sehun…hanya saja sayapnya tak selebar milik Sehun dan tubuhnya tak setinggi tubuh Sehun.

“Ren.”

Kepalanya yang sedari tadi tertunduk itu pun terangkat dengan cepat saat sang iblis tampan  menyebut namanya pelan. Dalam waktu singkat tatapan mereka saling bertaut…dan kemudian sang iblis bertubuh mungil pun segera berlari dan menjatuhkan diri dalam dekapan sang iblis tampan Sehun.

“Sehun…kau darimana saja? Aku takut sekali.  Didalam sana gelap dan dingin…aku takut, Sehun.”

Sehun membalas pelukan Ren dengan lebih erat…seolah tak ingin lelaki berparas manis itu merasakan kedinginan sedikit pun.

“Aku disini Ren…mulai saat ini aku bersumpah tak kan pernah meninggalkanmu, mulai sekarang kita akan selalu bersama. Aku berjanji.”

Dan sang iblis pun…tersenyum bahagia.

.
.
.

Malam kota Seoul tetap gemerlap seperti biasanya…kehidupan malam yang tak kalah padat daripada kehidupan dikala mentari masih merajai langit.

Sehun dan Ren duduk berdampingan diatas sebuah menara jam di pusat kota, menikmati semua itu bersama sunyi yang menemani mereka. Ren menyandarkan kepalanya di bahu kokoh Sehun sementara tangan mereka saling bertaut dengan erat seolah tak ingin terlepas meski hanya sekejap mata.

“Sehun…”

“Hm?”

“Sebagai iblis…biasanya apa saja yang kau lakukan?”

Sang iblis tampan hanya tersenyum penuh makna lalu mengecup singkat puncak kepala Ren yang ditumbuhi surai kecoklatan sehalus kapas.

“Kau bebas melakukan apapun Ren. Kita para iblis tak mengenal ‘apa yang boleh dilakukan’ atau ‘apa yang tidak boleh dilakukan’, kita pun tak mengenal apa itu dosa dan pahala…kau bebas melakukan apapun…iblis tak terikat oleh ketentuan baik dan buruk.”

Ren segera menjauhkan kepalanya dari bahu Sehun selepas lelaki tampan itu menyelesaikan ucapannya. Senyum telah menghinggapi paras manisnya dan ia pun menatap Sehun dengan lekat, demikian pula dengan sang iblis tampan…mereka seolah dapat membaca pikiran masing-masing.

“Kalau begitu, Sehun…aku ingin balas dendam.”

……………

Seorang lelaki berparas manis baru saja keluar dari lift dan segera berjalan menyusuri lorong apartemen tempat tinggalnya.

Ia mendekap sekantung karton coklat belanjaan berisi sayur dan buah. Sungjong memang baru saja pulang dari berbelanja seusai mengunjungi makam Zelo, itu terlihat dari jeans dan blazer hitam yang melekat ditubuhnya…hanya kaus bagian dalamnya saja yang berwarna putih.

Sesekali waktu ia menghapus bulir air yang berhasil lolos dari pelupuk matanya.

“Zelo…”

Ia sedikit terisak menatap foto dirinya dan Jongin yang tertempel dipintu kulkas…semua belanjaannya telah ia pindahkan kedalam sana.

Namja bertubuh mungil itu lalu berjalan memasuki kamar mandi untuk membasuh wajahnya, namun setelah itu ia tak langsung mengeringkannya dengan handuk melainkan menatap pantulan dirinya sejenak dicermin wastafel. Kedua matanya menangkap selembar foto lain yang terselip diatara kaca dan bingkainya…foto dirinya dan Ren dipintu gerbang universitas saat pertama kali menjadi mahasiswa.

“Semua ini…karena dirimu, Ren!”

Dengan penuh amarah diraihnya foto tersebut dan merobeknya menjadi serpihan kertas tak berarti. Dan setelahnya ia pun terisak hebat.

Sebenarnya ia menangisi siapa?
Ren sahabatnya…ataukah Zelo kekasih gelapnya?
Keduanya kini telah tiada…kini ia hanya seorang diri.

Pantaskah ia menyesal sekarang?

Ditatapnya lagi pantulan dirinya pada cermin wastafel…namun betapa terkejutnya ia saat menemukan sosok lain yang hadir disana.

Ia terbelalak…itu sosok yang amat ia kenal, sosok yang seharusnya tak mungkin hadir disana.

“Ren??!!”

Ia berbalik dan segera terperangah hebat. Sosok Ren benar-benar ada disana…namun kali ini Ren nampak berbeda dengan sepasang sayap dan tanduk, juga ekor ditubuhnya.

Ren menyunggingkan senyum yang mengundang ketakutan dan kecemasan untuk hadir dalam diri Sungjong…hingga tubuh mungilnya nampak bergetar hebat.

“Re…Ren…”

Senyum diwajah Ren menjelma menjadi sebuah seringai.

“Hai, Sungjong.”

Taukah kalian jika para iblis sangat senang mencari sekutu?
Jikalau tak ingin menjadi bagian dari mereka…pertahankanlah akal sehat dan hati nuranimu.

~THE END~